HIKMAH PUASA RAMADLAN
HIKMAH PUASA RAMADLAN
Oleh: Abdullah Musyafak, S.Pd.I, M.Pd.
Siang itu (Senin, 06 Mei 2019), terik matahari begitu terasa menyengat. Jangankan bagi tiga anak saya yang masih sekolah setingkat SD, bagi orang dewasa seperti sayapun cuaca ini terasa berat untuk menjalani puasa yang melarang kita untuk makan dan minum serta melakukan segala hal yang bisa membatalkan puasa mulai terbit fajar hingga terbenamnya matahari diwaktu maghrib. Padahal, meskipun anak-anak saya bisa melakukan dengan cara sembunyi-sembunyi sebenarnya diluar pantauan saya bisa memakan makanan yang ada di dapur, dan bisa tetap ngomong bahwa dia sedang berpuasa jika saya tanya. Tapi itu tidak mereka lakukan, mereka tetap berusaha menahan rasa lapar, dengan mempertahankan nilai-nilai kejujuran itu.
Hal yang sangat membantu kita untuk lebih ringan menjalani puasa Ramadlan dengan segala tantangannya adalah karena Ramadlan dilaksanakan secara berjamaah (bersama-sama dengan semua saudara-saudara muslim yang lain). Disamping juga karena didorong oleh masih adanya iman dalam diri seorang muslim yang meyakini bahwa puasa Ramadlan adalah ibadah yang diperintahkan Allah kepada seluruh ummat manusia (tidak hanya kepada ummat Nabi Muhammad saja), yang ini menunjukkan bahwa puasa adalah ibadah yang bernilai spesial diharibaan Allah. Dari kesemua itu, tujuan akhir dari puasa adalah membentuk manusia yang taqwa.
Sebagaimana firman-Nya
$ygr’¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã úïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)Gs? ÇÊÑÌÈ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183). Ayat ini menunjukkan bahwa di antara hikmah puasa adalah agar seorang hamba dapat menggapai derajat takwa dan puasa adalah sebab meraih derajat yang mulia ini. Hal ini dikarenakan dalam puasa, seseorang akan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi setiap larangan-Nya. Inilah pengertian takwa.
Dalam ayat ini, Allah SWT memberikan suatu penjelasan bahwa Allah telah mewajibkan puasa atas ummat Muhammad, seperti halnya Allah telah mewajibkan puasa atas ummmat-ummat terdahulu.
Manivestasi dari sikap taqwa yang merupakan tujuan akhir dari puasa adalah membentuk pribadi yang jujur, sabar dan qanaah. Betapa tidak, meskipun dalam keadaan lapar, kita yang sedang puasa tidak akan mengambil meskipun makanan itu halal. Tidak akan minum es teh ditengah rasa haus yang sangat, meskipun itu es teh yang halal buatan kita sendiri, tidak akan jimak (bersetubuh) dengan perempuan, meskipun dia itu istri sendiri. Semua itu dilakukan hanya karena berusaha sabar menjalani perintah dan taat menjauhi larangan Allah.
Sekarang masalahnya, apa sebabnya Allah SWT mewajibkan berpuasa atas semua hamba-Nya (semua manusia)? Hal ini tidak lain karena berpuasa itu merupakan suatu ibadah yang paling hebat, dan paling tepat untuk mengekang dan mengendalikan nafsu ‘ammarah, nafsu yang selalu mendorong manusia untuk berbuak maksiat, nafsu yang dapat menyeret manusia kepada kehancuran, nafsu yang selalu menuntun manusia untuk berbuat jahat, nafsu yang membantu syaitan untuk mempermudah manusia mengikuti bermacam syahwat dan kesenangannya, serta melakukan hal-hal yang tidak di ridlai Allah SWT.
Diriwayatkan tentang disyariatkannya puasa, bahwasanya setelah menciptakan akal, Allah SWT berfirman: “Menghadaplah!” maka dengan segera akal menghadap-Nya. Kemudian Allah berfirman: “Berpalinglah!” maka dengan segera akal berpaling. Kemudian Allah bertanya: “Siapa kamu, dan siapa Aku?” akal menjawab: “Engkaulah Tuhanku, sedangkan aku hanya lah hamba-Mu yang lemah.” Lalu Allah berfirman: “Hai akal, tidaklah Aku ciptakan makhluq yang lebih mulia dibandingkan kamu.
”Kemudian Allah menciptakan pula nafsu, lalu Allah berfirman: “Menghadaplah!” nafsu tidak menghadap. Kemudian Allah bertanya: “Siapa aku, dan siapa Kamu.” Nafsu menjawab: “Aku ya aku, Kamu ya kamu.” Kemudian Allah menyiksanya ke dalam kobaran api nerakan Jahannam selama seratus tahun, lalu Allah mengeluarkannya dan bertanya: “Siapa kamu, siapa Aku?” dan nafsu menjawab sebagaimana jawaban yang pertama. Akhirnya, ia dilemparkan ke neraka lapar selama seratus tahun. Lalu ia ditanya lagi oleh Allah, dan akhirnya ia mengakui bahwa dirinya adalah hamba, dan Allah adalah Tuhannya. Kemudian Allah SWT mewajibkan puasa baginya.
Dari hadits ini, jelaslah bahwa hikmah ibadah puasa yang utama adalah untuk menaklukkan nafsu, memerangi nafsu, juga mengendalikan nafsu. Dan telah maklum bahwa, memerangi nafsu lebih berat daripada memerangi kafir (musuh) sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
“Kita telah kembali dari pepernagan kecil menuju peperangan besar.” (yaitu perang melawan hawa nafsu).
Maka dapat di simpulkan, bahwa yang bisa mengendalikan nafsu yang jahat, nakal, tidak lain adalah ibadah puasa. Sekali lagi, ibadah puasa. Oleh karena itu ibadah puasa adalah ibadah yang luar biasa, tidak seperti ibadah-ibadah yang lain, sehingga Allah SWT bersabda dalam hadits Qudsi:
Rasululloh SAW bersabda: “Puasa itu adalah perisai dari neraka. Puasa adalah untuk-Ku dan aku sendiri yang akan membalasnya, ia mencegah syahawat, makan, dan minumnya karena Aku. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harus menurut Allah daripada bau misik.”
Dalam hadits qudsi yang lain:
Semua amal perbuatan anak Adam adalah hak (milik) nya kecuali puasa. Sebab puasa adalah bagi-Ku dan Aku-lah yang akan membalasnya.
Dalam persolana puasa Ramadlan, Allah SWT pernah berfirman kepada Nabiyulloh Musa AS:
“Aku telah memberi ummat Muhammad dua cahaya, agar mereka tidak disengsarakan oleh dua kegelapan.” Lalu Nabi Musa AS bertanya: “Apakah dua cahaya itu wahai Tuhanku?” Allah SWT menjawab: “Cahaya Ramadlan dan cahaya Alquran.” Nabi Musa bertanya: “Dan apakah dua kegelapan itu wahai Tuhanku?” Allah SWT menjawab: “Kegelapan alam kubur dan kegelapan hari kiamat.”
Cahaya Ramadlan dan cahaya Alquran dapt menyinarinkegelapan alam kubur dan kegelapan hari kiamat. Artinya, hikmah-hikmah yang terkandung dalam bulan Ramadlan dan hikmah-hikmah yang terkandung dalam Alquran dapat menghilangkan kesusahan-kesusahan, kesulitan-kesulitan, serta malapetaka yang maha berat di alam kubur dan hari kiamat, Adalah karena besarnya pahala yang diberikan kepada orang yang beribadah dalam bulan Ramadlan.
Diterangkan, bahwa ibadah wajib sekali dalam bulan Ramadlan, sama dengan tujuh puluh kali ibadah wajib di luar Ramadlan. Ibadah sunnah sekali, sama dengan ibadah sunnah tujuh puluh kali di lain Ramadlan. Disamping itu besar sekali ampunan Allah terhadap hamba-Nya di bulan Ramadlan, amal-amal saleh mudah dan ringan dikerjakan dalam bulan Ramadlan, doa dan permohonan mudah terkabul, juga amal ibadah mudah diterima. Itulah sebabnya Rasulullah SAW bersabda:
Andaikata ummatku mengetahui sesuatu (yang ada) dalam bula Ramadlan, niscaya mereka akan mengharapkan seluruh bulan dalam setahun menjadi bulan Ramadlan. Sebab dalam bulan Ramadlan, semua kebaikan berkumpul, amal ibadah diterima, doa-doa dikabulkan, dosa-dosa diampuni dan surga merindukan mereka.
Jika kita sudah berpuasa tetapi belum membuahkan kesabaran, keihlasan dan kejujuran. Maka, yang perlu dipertanyakan adalah bagaimana kualitas puasa yang kita jalani.
Mudah diucapkan, namun sulit direalisasikan. Tapi, bisakan?
Buduran, 4 Ramadlan 1440 H
1 Response